Mengecam Tindakan Diskriminatif dan Tindakan Represif Terhadap Mahasiswa Papua di Surabaya

1,288

Sabtu, 17 Agustus 2019, 43 Mahasiswa Papua ditangkap paksa dari Asrama di Jl Kalasan No 10 Surabaya, pengrebekan dan penahanan Mahasisiwa Papua yang dilakukan oleh pihak Polestabes Surabaya berdasarkan laporan Polisi terkait adanya dugaan tindak pidana pasal 66 Jo pasal 24 Undang-undang No 24 Tahun 2009.

Pada tanggal 16 – 17 Agustus, Asrama papua di Jl. Kalasan Surabaya mengalami pengepungan dan penyerangan oleh beberapa Ormas. Penyerangan ini terjadi, seperti halnya penyeragan di Malang, dalam penyerangan asrama di Surabaya, mahasiswa Papua juga mendapatkan perlakuan rasis berupa Kata-kata Rasis (Monyet,Anjing,Babi) dan berbagai kata makian, Diskriminatif berupa pengusiran hingga tindak kekerasan berupa pelemparan batu. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dilapangan bahwa peristiwa ini terjadi setelah beredar foto tentang rusaknya tiang bendera di depan asrama Papua. Berikut ini uraian kronologis yang dapat kami kumpulkan di lapangan.

Jumat, 16 Agustus 2019, sekitar pukul 15.20 Oknum anggota TNI mendatangi Asrama Papua, kemudian disusul anggota Pol PP kemudian mereka mengedor pagar Asrama, dan meneriaki mahasiswa papua yang sedang di dalam Asrama dengan kata-kata rasis “Monyet, Babi, Binatang, Babi Anjing”. Dan “Kamu Jangan Keluar, sa tunggu kamu disini. Sampai jam 12 kamu jangan keluar. Kemudian tak berselang lama puluhan ormas datang ke depan asrama, selain meneriaki mahasiswa dengan kata-kata diatas mereka juga melakukan tindakan melempari dengan batu hingga mengakibatkan kerusakan kaca Asrama pecah. Aksi pengepungan berlanjut hingga jam 01.40 masa masih terlihat di sekitaran Asrama dan Polisi juga masih melakukan penjagaan disekitaran Asrama.

Aksi pengepungan dan penyerangan terjadi sejak Jumat, 16 Agustus, Pkl. 15.30 hingga Sabtu, 17 Agustus, Pkl. 16.00, Pengepungan berakhir setelah aparat kepolisian melakukan pendobrakan pagar asrama dan menembakan gas air mata kedalam asrama, yang kemudian berujung kepada penangkapan oleh aparat kepolisian Polres Surabaya. Akibat dari kejaidan ini setidaknya 4 mahasiswa mengalami luka, tangan kanan keseleo, kaki kiri berdarah bekas lemparan gas air mata, serta luka di atas pelipis mata. Punggung dan wajah terlihat memar. Setelah melalui rangkaian pemeriksaan di Polrestabes Surabaya, sekitar jam 23.30 mereka dipulangkan kembali ke Asrama Papua.

Dari hasil pemantauan dilapangan Terdapat penggunaan kekuatan yang berlebih oleh aparat Kepolisian dengan melibatkan personil yang jumlahnya mencapai ratusan, dari beberapa instansi seperti TNI dan Satpol PP, mengingat jumlah mahasiswa yang ada di asrama hanya 42 orang dan 1 Orang sakit jiwa yang juga ditampung di Asrama Papua. Bahwa selama peristiwa pengepungan aparat keamanan terkesan membiarkan tindakan diskriminasi yang diakukan massa yang melakukan pengepungan

Tindakan Diskiriminasi dan Ancaman Kekerasan Terhadap Mahasiswa Papua.

Rangkaian peristiwa kekerasan dan penangkapan paksa yang dialami Mahasiswa Papua tidak hanya terjadi di surabaya, sebelumya pada tanggal 15 Agustus 2019 Pembubaran aksi Di Malang mahasiswa Papua yang akan menggelar aksi demonstrasi damai “Menolak New York Agreement” oleh aparat kepolisian dengan alasan keamanan. Dalam aksi tersebut, selain mengalami perlakuan rasis berupa cemoohan, mereka juga mengalami tindakan kekerasan berupa pelemparan batu hingga pemukulan helm. Aksi demonstrasi damai tersebut berubah menjadi ricuh setelah masa aksi mendapatkan penyerangan dari beberapa orang tak dikenal (yang diduga adalah preman), yang kemudian dilakukan pembiaran oleh Aparat Kepolisian Malang yang pada saat itu sedang berada di lokasi kerusuhan, akibatnya 23 orang mengalami luka-luka. Kondisi ini semakin diperparah dengan pemberian pernyataan yang bersifat dikriminatif (pengusiran) oleh Wakil Wali Kota Malang (Sofryan Edi Jarwoko) di beberapa media.

Berdasarkan catatan KontraS Surabaya bahwa dalam kurun waktu tahun 2018 – Agustus 2019 telah terjadi 10 kali aksi pembubaran yang dialami oleh mahasiswa Papua dan masyarakat yang sedang menggelar acara berkaitan dengan isu-isu Papua, pembubaran tersebut tidak jarang selalu diwarnai dengan intimidasi, perampasan, pemukulan hingga penangkapan paksa. Tingginya eskalisi pembubaran dan penyerangan tersebut berakibat pada tingginya potensi terjadinya konflik sosial terbuka antara mahasiswa Papua dan masyarakat.

KontraS menilai bahwa tingginya eskalasi pembubaran demonstrasi, penyerangan dan penangkapan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang merupakan ancaman atas pemenuhan Hak Asasi Manusia, secara tegas sebagaiaman diatur dalam konstitusi bahwa Hak untuk menyampaikan pendapat dan berekspresi sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945, Pasal 28e ayat 2 yang menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya” dan Pasal 28e ayat 3 yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”, UU No. 39 Th. 1999 Tetang Hak Asasi Manusia dan UU No. 12 Th. 2005 Tentang Pengesahan kovenan internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Hak atas rasa aman dan perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU No. 39 Th.1999.

Selain hal tesebut diatas bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis sebagimana diatut dalam Undang undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Apa yang dialami mahasiswa Papua menunjukkan betapa lemahnya peran negara dalam menegakkan konstitusi.
Berdasarkan situasi yang telah dialami oleh mahasiswa Papu tersebut, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya medesak kepada:

  1. Kapolri melakukan evaluasi terhadap jajaran Polrestabes Surabaya dalam peristiwa penangkapan terhadap Mahasiswa Papua dan mengusut tuntas serta menindak tegas Massa yang melakukan persekusi terhadap mahasiswa Papua.
  2. Pemerintah Kota Surabaya untuk mengedepankan uapaya dialog dalam mencari solusi atas persoalan yang dihadapi Mahasiswa Papua dan memberikan jaminan keamanan.
  3. Menghimbau agar elemen masyarakat untuk tidak main hakim sendiri, dan menghentikan stigma buruk terhadap mahasiswa Papua.

Surabaya, 18 Agustus 2019
Badan Pekerja KontraS Surabaya

 

Fatkhul Khoir
Koordinator

You might also like
titty fucking ho drenched.find more info baseofporn.com perverted slut pissed on. find more infoopoptube.com

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More